Contoh Ringkasan Novel (Novel Sengsara Membawa Nikmat)

Rabu, Desember 03, 2014


Contoh Ringkasan Novel (Novel Sengsara Membawa Nikmat)
Sampul Depan Novel Sengsara Membawa Nikmat
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

   Berkaitan dengan tugas Sekolah, saya diberi tugas untuk membuat Ringkasan Suatu Novel yaitu Novel Sengsara Membawa Nikmat... -_-" Novel ini lumayan tebal ckckck Ringkasannya saya jadiin 3 halaman... yah lumayan capek lah

   Sekalian saya mau nyimpen tugas ini, jadi kalo sewaktu waktu filenya yang di komputer terhapus saya masih punya datanya wkwkwk, ok di bawah ini saya kasih link download filenya kalo ada yang mau download...

Ringkasan Novel Sengsara Membawa Nikmat download di sini 



dan ini penampakan (-_-" pake kata penampakan) dari Ringkasan yang saya buat... mohon berkenan di lihat wkwkwk :v



RINGKASAN NOVEL SENGSARA MEMBAWA NIKMAT


     Kisah ini berlatar di Minangkabau, suatu desa di Sumatera Utara. Sore itu akan diadakan pertandingan sepak raga di pasar, 2 orang pemuda sedang menuju ke pasar untuk mengikuti pertandingan itu, Midun dan
Maun nama kedua pemuda itu. Hari semakin sore namun pertandingan belum dimulai karena Kacak keponakan Kepala Desa belum juga datang. Setibanya Kacak di sana pertandingan pun dimulai, namun rupa-rupanya kacak tidak bermain dengan baik, ia terjatuh saat bermain sepak raga, seorang pemuda lain tak diduga berteriak “cempedak hutan”, Kacak pun marah merasa tersinggung dengan perkataan tersebut, meskipun seorang pemuda bernama Midun telah menjelaskan maksud dari “cempedak hutan itu Kacak tetap tak mau mengerti, Kacak malah menyerang Midun secara membabi buta namun Midun yang telah berguru ilmu silat dari Haji Abbas dan Pendekar Sulatan dengan mudah mengelak dari serangan Kacak, Kacak pun menabrak tiang dan rubuh beserta tiang tersebut sehingga membuat malu dirinya sendiri. Kesombongan rupanya telah merasuki hati Kacak, jabatan Pamannya selaku kepala Desa membuat Kacak tinggi hati, Kacak pun pergi dan mengancam akan membalas perbuatan Midun.

     Pada hari ahad itu Midun beserta kawan-kawannya sedang mengirik padi di sawah milik ayah Midun, ramai orang datang membantu pekerjaan Midun, sembari bersenda gurau mengirik padi tentu makin menyenangkan, tak berselang lama pekerjaan pun selesai, semua yang membantu Midun melepas lelah sembari menyantap hidangan yg disediakan. Tak jauh dari sawah Ayah Midun Kacak pun ternyata sedang mengirik padi di sawahnya, tak seperti di sawah Midun, hanya beberapa orang yg membantu Kacak, tak ada senda gurau. Kacak yang melihat banyak orang yang membantu Midun merasa panas hatinya, mengapa tidak ada yg membantunya mengirik sawah ? Baru sedikit sawah yg telah selesai di garap Kacak namun sawah Ayah Midun telah selesai digarap padahal luas sawah Ayah Midun tidak jauh berbeda dengan luas sawah Kacak, karena hali tersebut bertambahlah dendam Kacak terhadap Midun.

Suatu hari orang gila yang juga keluarga kepala Desa Tuanku Laras yang bernama Pak inuh mengamuk di pasar, semua orang di pasar lari ketakutan karena Pak inuh membawa parang, Midun yang mendengar hal itu segera pergi ke pasar bersama teman-temannya untuk menghentikan Pak inuh, setibanya Midun di pasar ia langsung diserang oleh Pak inuh dengan menggunakan parang, tak berapa lama kemudian Midun berhasil meringkus Pak inuh, namun akibat pergulatan itu Kepala Pak inuh terluka. Kacak yang mendengar hal itu bergegas menuju tempat Pak inuh disekap, Kacak marah karena Kepala Pak inuh terluka, kemarahan Kacak semakin menjadi-jadi saat ia mengetahui Midun yang membuat kepala Pak inuh terluka, Kacak pun melaporkan perbuatan Midun kepada Tuanku Laras, Tuanku Laras pun memanggil Midun untuk di adili akibat perbuatannya, rupa-rupanya Tuanku Laras terhasut perkataan Kacak, di maki-makinya Midun dengan penuh amarah bahkan Midun akan diproses di Bukit Tinggi, Midun mencoba menjelaskan permasalahan kepada Tuanku Laras dan nampaknya Tuanku Laras menerima alasan Midun namun meskipun Midun sebenarnya tak bersalah namun Tuanku Laras tetap menghukum Midun sebagai pelajaran agar tidak melakukan hal seperti itu lagi, Midun dihukum bertugas bekerja sebagai pembantu di rumah Tuanku Laras selama 6 hari, Kacak yang dendam terhadap Midun menyiksa Midun selama Midun bekerja di rumah Tuanku Laras, namun Midun tetap Sabar, baru beberapa hari Midun menjalani hukuman namun tak sanggup lagi Midun menerima siksaan dari Kacak sehingga Midun pun sakit keras, badannya kurus, wajahnya tampak pucat, tak tega melihat anaknya menderita ayah Midun dan Haji Abbas memohon agar hukuman Midun di hilangkan. Tuanku Laras pun akhirnya mau juga mengampuni Midun.

Sore itu Midun dan teman-temannya baru selesai mandi di sungai, tak diduga Midun dan teman-temannya melihat seorang wanita yang rupanya Istri Muda Kacak tenggelam di sungai, namun tak seorang pun berani menyelamatkannya karena arus sungai cukup deras, Midun agaknya juga ragu menolong namun karena tak seorangpun ia lihat akan menyelamatkan wanita itu tanpa berpikir panjang Midun Segera melompat ke sungai untuk menyelamatkan Istri  Kacak, Kacak yang mengetahui kejadian itu segera datang ke sungai untuk menolong istrinya, sesampainya Kacak di Sungai rupa-rupanya Istri Kacak telah diselamatkan Oleh Midun, bukannya berterima Kasih Kacak malah Menuduh Midun tidak memilik etika karena menyentuh istri orang lain, Kacak bahkan menyebut Midun ingin berbuat tindakan tidak baik terhadap istrinya, Midun yang tidak terima dengan perkataan Kacak mencoba menjelaskan kejadian itu secara baik-baik namun Kacak tidak mau mendengarkan Midun, Kacak pun menyerang Midun, Midun yang memang tidak bersalah menerima tantangan Kacak, Midun dengan mudah menjatuhkan Kacak, hal itu membuat Kacak semakin marah, Kacak mencabut pisaunya dan berniat menusuk Midun namun Midun sungguh lihai, tak sekalipun serangan Kacak mengenai Midun, karena kepayahan Kacak meminta pertolongan temannya, kini hanya seorang Midun melawan Kacak dan temannya, Maun sangai ingin menolong Midun namun Midun melarangnya untuk ikut campur. Amat Sukar Kacak dan temannya Menyentuh Midun, Kacak dan kawannya telaj kepayahan menghadapi Midun, Kacak tak mampu berbuat apa-apa selain menyerang Midun sia-sia, ingin lari malu rasanya, meminta pertolongan tak akan ada yang mau, meminta maaf kepada Midun tak sudi Kacak melakukannya. Penghulu Kepala datang melerai pertikaian tersebut. Midun, Kacak dan temannya di bawa ke Rumah Tuanku Laras, Warga yang sedari tadi melihat duduk permasalahannya ikut dibawa sebagai saksi. Sesampainya di rumah Tuanku Laras semua warga ternyata membela Midun, Tuanku Laras pun berbisik kepada Penghulu Kepala agar mengurus masalah ini sesuai dengan keinginan Tuanku Laras. Beberapa hari setelah hari itu Midun, Kacak dan saksi-saksi di panggil ke balai desa untuk mendengar keputusan dari penghulu kepala, hadir pula Haji Abbas, Pendekar Sutan, Pak Midun dan warga lainnya yang ingin mendengar putusan Penghulu kepala, namun putusan Penghulu Kepala jauh dari harapan warga, Midun mendapat putusan bertugas ronda menjaga kampung selama 6 hari namun Kacak tak mendapat putusan apapun, Haji Abbas seketika mencurahkan kekecewaannya kepada putusan Penghulu Kepala, begitu pula tersirat di wajah penduduk lainnya namun apa daya mereka tak mampu menentang putusan yang dibuat oleh Penghulu Kepala.

Putusan ronda ini tentu membuat Midun mudah dicelakai orang lain. Haji Abbas, Pendekar Sulatan dan Pak Midun pun bersepakat akan membantu Midun bertugas ronda, selama 5 hari bertugas ronda keadaan masih tampak tenang. Malam itu hari terakhir Midun bertugas ronda, Midun beserta Maun mendengar suara tak lazim di salah satu rumah, rupa-rupanya beberapa Maling membobol rumah salah seorang istri Kacak, Midun mengendap ingin menangkap maling tersebut sementara Maun disuruhnya memanggil teman-teman yang lain, tak selang berapa lama kemudian datanglah Pendekar Sulatan beserta muridnya ikut membantu Midun meringkus maling tersebut, Maling itu rupanya menyadari bahaya yang datang, Para Maling itu bergegas pergi dengan membawa jarahannya, dengan sigap Midun beserta kawan-kawannya menyergap Maling itu, timbullah pergumulan yang hebat, akibat pergumulan itu Pendekar Sulatan terluka namun tak seberapa. Maling itu dibawa menuju ke Balai Desa, telah bersimbah darah rupanya wajah Maling itu dipukuli, Nampak kusut pula wajahnya, sesampainya di Balai Desa Maling itu telah pingsan tak sadarkan diri, Midun dan kawan-kawannya di suruh pulang terlebih dahulu oleh Penghulu Kepala. Setelah malam itu tak sekalipun Midun dipanggil oleh Penghulu Kepala untuk membahas peristiwa Kemalingan malam itu, Maling itu pun tak tahu rimbanya, muncul kabar Maling itu di bawa ke Bukittinggi namun berita itu pun tak pasti, nampaknya ada satu peristiwa yang sengaja disembunyikan di balik peristiwa kemalingan itu.

Beberapa Minggu itu nampaknya tersiar kabar akan diadakan Pacuan Kuda dan pasar Malam di Bukittinggi, Midun dan Maun tertarik dan ingin berkunjung ke Bukittinggi menyaksikan acara itu, mulailah mereka merencanakan perjalanan ke Bukittinggi. Dengan adanya Pasar Malam di Bukittinggi maka timbullah niat picik Kacak untuk membinasakan Midun di Bukittinggi, toh Midun pasti tertarik menghadiri acara itu, rupanya telah habis akal Kacak dipenuhi dendam kepada Midun, Kacak pun meminta pertolongan kepada temannya Lenggang untuk menghabisi Midun, keluarlah beberapa lembar uang dari kantung Kacak sebagai bayaran jika Lenggang mau membantunya, melihat uang segepok tentu tak sanggup hati Lenggang menolak tawaran Kacak, bersama seorang temannya Lenggang setuju untuk menghabisi Midun.

Sore itu Midun dan Maun bersiap berangkat ke Bukittinggi, namun Nampak berat hati Ibu Midun melepas kepergian anaknya, meski Minangkaba dan Bukittinggi tak terlalu jauh namun firasat ibu Midun tak bias dianggap remeh, seakan tahu marabahaya yang menanti Midun di sana, Midun pun berjanji akan menjaga diri dan berhati-hati. Takjub hati Midun dan Maun menyaksikan pasar malam dan pacuan kuda itu, tak terhitung berapa lama mereka berkeliling di pasar malam dan pacuan kuda itu, mereka bahkan sempat melihat peramal menggunakan batu, miris hati Midun melihat perbuatan orang yang mempercayai akan kekuatan batu seperti itu, selagi berjalan tak disangka sebilah pisau menyasar hampir melukai Midun nasib baik Midun mampu menghindar, jika tidak matilah dia, pemilik pisau itu tak lain adalah Lenggang yang disuruh Kacak untuk membunuh Midun, timbullah pergulatan antara Midun, Maun, Lenggan beserta temannya itu, tak sengaja pisau Lenggang malah menusuk temannya sendiri, tak lama pergulatan itu berlangsung datanglah banyak polisi yang langsung menangkap keempat orang ini, Midun dihukum penjara selama 6 bulan di Padang, sementara Lenggang di hukum 1 tahun karena menusuk orang lain, sementara Maun dibebaskan karena dianggap tidak terlibat

Baru sehari Midun di penjara sudah ada pula masalah yang dia hadapi, nampaknya seorang narapidana bernama Ganjil tak suka padanya, Ganjil pun menantang Midun berkelahi namun dengan mudah Ganjil dikalahkannya. Penjara itu sungguh kotor, makanan pun boleh dianggap sudah tak layak, pagi itu pembagian makanan, namun belum sempat Midun makan ia telah dipanggil dan ditugaskan bekerja di bawah pengawasan Mandor Saman, letih sekali Midun hari itu belum makan pula, baru sebentar Midun beristirahat seorang Narapidana lain marah karena Midun duduk di tempatnya, orang itu menyerang Midun membabi buta, agaknya 3 orang yang mengerumuni Midun saat itu, Melihat kejadian itu seorang Narapidana nampaknya iba melihat Midun, Narapidana itu berteriak dan menolong Midun, agaknya orang itu amat dihormati di penjara itu, semua orang mundur segan kepadanya, Midun yang telah kepayahan sekilas melihat orang itu seperti Haji Abbas. Rupanya Narapidana itu bernama Turigi, orang Bugis yang mendapat hukuman penjara seumur hidup, nampaknya dia orang yang alim dan bijak, Turigi lah yang menjadi temang Midun selama dipenjara. Hari itu tak diduga ada tahanan titipan di penjara Midun, orang itu tak lain adalah Lenggang yg dulu hampir membunuh Midun, hari itu Midun melihat Lenggang tengah bergulat melawan Ganjil, Lenggang kepayahan melawan Ganjil, meski Lenggang pernah mencoba membunuhnya namun Midun tak tega melihat Lenggang di siksa, Midun akhirnya menyelamatkan Lenggang, merasa malu kepada Midun maka Lenggang meminta maaf kepada Midun dan menceritakan bahwa ia dibayar oleh Kacak untuk membunuh Midun, Lenggang juga memperingatkan agar Midun tidak pulang ke desa karena agaknya Kacak sangat membenci Midun.

Setelah 2 Bulan Midun menjalani hukuman di dalam penjara, Midun diperintahkan untuk menjalani hukuman di luar penjara dan diawasi oleh Mandor Saman. Midun merasa agak lega karena bisa bekerja di luar penjara yang pengap itu, hari itu Midun sedang menyapu jalan dan melintaslah 2 wanita, tanpa sengaja salah seorang wanita  itu menjatuhkan benda miliknya, Midun yang melihat hal itu segera mengembalikan benda milik wanita itu namun salah satu wanita itu kabur tatkala melihatnya, memang pantas wanita itu kabur karena melihat Narapidana seperti Midun. Hari itu Midun sedang menyapu sementara mandor Saman hanya tidur saja, tampak wanita yang barangnya di pungut Midun tempo hari itu sedang duduk-duduk di bawah pohon, ibu dan anak rupanya, selagi menyapu Midun melihat kalung berlian di tempat wanita tadi duduk, Midun pun bermaksud mengembalikan kalung tersebut, akhirnya Midun menemukan rumah Wanita itu, besar pula rumahnya, Gadis yg kehilangan kalung itu sangat senang mendapat kalungnya kembali, Gadis itu memberikan Midun imbalan sebagai tanda terima kasih, meskipun telah dipaksa namun Midun menolaknya.

Karena Midun menolak uang dari Gadis itu, sebagai balas budi Gadis itu tiap hari mengirimkan Midun makanan, namun Mandor Saman yang memakan semuanya. Narapidana tidak boleh makan makanan seperti ini, kata Mandor Saman. Namun hari itu tak seperti biasanya, tak ada lagi gadis itu membawa makanan untuk Midun. Sekitar seminggu sudah Gadis bernama Halimah itu tak pernah terlihat lagi oleh Midun, namun siang itu Midun menerima surat dari Gadis itu, karena tak pandai membaca huruf latin Midun meminta orang lain untuk membacakan surat itu, Gadis itu rupanya meminta pertolongan kepada Midun untuk menjemputnya.

Masa tahanan Midun tinggal beberapa hari lagi, namun pikiran Midun agaknya bimbang, ia tak mungkin kembali ke kampung halamannya, Midun juga teringat akan surat dari Halimah. 
Hari itu Midun terbebas dari penjara, Midun di persilahkan tinggal di rumah Pak Karto, Midun pun menceritakan perihal mengenai surat Halimah, Midun bingung apa yang harus ia lakukan, Halimah adalah Gadis sementara ia bujang, tak pantas rasanya bagi Midun, namun Pak Karto yang merasa sebangsa dengan Halimah karena sama-sama pendatang dari Pulau Jawa meminta Midun untuk menolongnya, biarlah Halimah di sembunyikan di rumahnya. Setelah Midun dan Pak Karto bersepakat maka pergilah Midun menolong Halimah, setelah Halimah dijemput oleh Midun tersibaklah pokok permasalahannya, ibu Halimah telah meninggal, Bapak tirinya pun Bejat sifatnya. Halimah memohon kepada Midun agar diantarkan ke Bogor untuk bertemu ayah Kandungnya, Karena iba dengan nasib Halimah Midun pun setuju untuk mengantarkan Halimah, lagipula Midun juga harus menjauh dari kampungnya agar tidak dicelakai Kacak, Midun mengirimkan surat pada keluarganya di kampung bahwa ia akan pergi dari kampung untuk sementara waktu.
Di atas kapal dalam perjalanan ke Bogor Midun dan Halimah berusaha saling mengenal, Halimah menceritakan perjalanan hidupnya yang menyedihkan, timbullah perasaan iba dalam diri Midun kepada Halimah, semakin Midun mengenal Halimah semakin pula timbul benih benih asmara dalam Hati Midun, Halimah Gadis yang cantik, tegar, sopan, dan baik membuat hati Midun menjadi terpikat.

   Setelah kapal merapat di Betawi Halimah langsung memesan tiket kereta menuju Bogor. Sudah satu bulan lebih Midun berada di Bogor, ia mulai memikirkan masa depannya bersama Halimah, bulatlah tekad Midun untuk lekas mencari kerja, Malam itu Midun mengutarakan keputusannya kepada Halimah dan ayahnya untuk mencari pekerjaan di Betawi.
Sesungguhnya Midun sedih berpisah dengan Halimah namun apa daya dia harus mencari pekerjaan demi meminang Halimah nantinya. Seorang Arab menyapa Midun, rupanya ia seorang Saudagar bernama Syekh Abdullah Hadramut, Syekh Abdullah bersedia mengajari Midun berdagang, Syekh Abdullah meminjamkan Midun uang Rp250 sebagai modal, Midun pun menerimanya dan menanda tangani surat perjanjian, karena tak tahu tulisan Latin Midun tak sadar dia telah ditipu oleh orang Arab kotor itu. Bisnis Midun telah cukup sukses dan Midun berniat mengembalikan uang Rp250 yg dipinjamnya dari si Arab namun ternyata uang itu telah berbunga hingga Rp500, karena merasa ditipu Midun pun marah dan tak mau membayar bunga dari pinjamannya itu.

   Sementara itu di kampung, sejak surat dari Midun tempo hari Ayah Midun menjadi sering sakit-
sakitan, meskipun telah dihibur oleh Banyak orang namun tetap saja Ayah Midun sedih karena nasib Midun sehingga Ayah Midun akhirnya wafat. Sepeninggal ayah Midun datanglah Sutan Minindih yang merupakan keponakan dari Ayah Midun, Sutan Minindih meminta harta ayah Midun sebagaimana Adat Melayu namun Ayah Midun sebenarnya telah memberikan semua hartanya kepada anak-anaknya, terjadilah perebutan harta warisan itu, namun Sutan Minindih tetap berhasil mengambil semua harta orang tua Midun, sedihlah hati Ibu Midun karena harta itu seharusnya milik Midun dan adiknya.
Perkataan Syekh Abdullah saat itu ternyata bukan gertakan belaka, Midun akhirnya di masukkan dalam penjara hingga ia mau membayar hutangnya, Syekh Abdullah berniat membebaskan Midun jika Midun menyerahkan Halimah untuk dinikahi oleh Syekh Abdullah, semakin marahlah Midun mendengar hal itu. Selama di penjara itu Midun bertemu Mas Sumarto, mas sumarto mengajari Midun membaca dan menulis latin agar tak ditipu orang lagi. Halimah yang mendengar kabar Midun di penjara segera pergi ke Betawi dan membujuk Midun agar membayar hutangnya hingga luluh lah hati Midun.

   Setelah Membayar Hutang Midun akhirnya di bebaskan dari penjara, hari itu Midun sedang makan di warung tatkala seorang anak Bule sedang dikejar orang sembari membawa senjata tajam, tanpa pikir panjang Midun menyelamatkan anak Bule itu, Orang tua anak Bule itu yang ternyata seorang Komisaris Polisi sangat berterima kasih pada Midun, dank arena ketangkasan Midun dan ternyata Midun telah pandai Menulis Midun ditawari bekerja sebagai polisi, karena rajin dan cekatan Midun lekas naik pangkat menjadi Ketua Polisi di tanjung Priok. Midun telah sukses lagaknya, karena tak ingin berlama-lama Midun memutuskan untuk melamar Halimah di Bogor, diceritakannya kisah sehingga Midun menjadi kepala Polisi, Pernikahan Halimah dan Midun berlangsung sangat meriah.
Tak di sangka Midun diangkat menjadi asisten demang di kampung halamannya sendiri, Midun dan Halimah kini telah memiliki anak, mereka bertiga kini pulang ke kampung halaman Midun, sesampainya di Minangkabau kampung halaman Midun ia disambut bak raja, bahkan Kacak ketakutan setengah mati, Midun juga diangkat menjadi Kepala Desa, sementara itu Kacak yang telah menjadi Penghulu Kepala ditangkap karena tersandung kasus Korupsi, 
END



OK Itulah Ringkasannya :D

Sampai Jumpa Lagi Wassalamualaikum

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe